Rabu, 09 November 2011

MAKALAH IMUNOLOGI

IMUNOLOGI

Pengertian imunologi
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin.
Mekanisme Sistem Kekebalan Tubuh
Tubuh diibaratkan sebagai sebuah negara. Jika negara itu tidak memiliki pertahanan yang kuat, akan  mudah mendapatkan perlawanan baik dari dalam maupun dari luar, sehingga lambat laun negara itu akan hancur. Begitupun halnya tubuh kita. Jika kita tidak memiliki pertahanan tubuh yang tinggi pada akhirnya tubuh kita akan jatuh sakit dan mungkin akan berujung kepada kematian. Dibutuhkan sistem kekebalan tubuh untuk menjaga agar tubuh kita bisa melawan serangan apapun baik dari dalam maupun dari luar.
Sistem  imunitas yang sehat adalah jika dalam tubuh bisa  membedakan antara diri sendiri dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika ada benda asing yang yang memicu respons imun masuk ke dalam tubuh (antigen) dikenali maka terjadilah proses pertahanan diri.
Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral dan sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibody (Imunoglobulin) dan sekret tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam lambung, pepsin, dll). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
            Tubuh kita mempunyai banyak sekali mekanisme pertahanan yang terdiri dari berbagai macam sistem imun yaitu organ limfoid (thymus, lien, sumsum tulang) beserta sistem limfatiknya. Organ tubuh kita yang juga termasuk dalam mekanisme pertahanan tubuh yaitu jantung, hati, ginjal dan paru-paru.
            Sistem limfatik  baru akan dikatakan mengalami gangguan jika muncul tonjolan kelenjar yang membesar dibandingkan pada umumnya. Hal ini dikarenakan kelenjar limfe sedang berperang melawan kuman yang masuk ke dalam tubuh.
            Organ limfoid seperti thymus sendiri mempunyai tanggung jawab dalam pembentukan sel T dan penting bagi para bayi baru lahir, karena tanpa thymus, bayi yang baru lahir akan mempunyai sistem imun yang buruk. Leukosit (sel darah putih) dihasilkan oleh Thymus, lien dan sumsum tulang. Leukosit bersirkulasi di dalam badan antara organ tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Dengan begitu, sistem imun bekerja terkoordinasi baik memonitor tubuh dari kuman ataupun substansi lain yang bisa menyebabkan problem bagi tubuh.
            Ada dua tipe leukosit pada umumnya, yaitu fagosit yang bertugas memakan organisme yang masuk ke dalam tubuh dan limfosit yang bertugas mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta membantu tubuh menghancurkan mereka. Sedangkan sel lainnya adalah netrofil, yang bertugas melawan bakteri. Jika kadar netrofil meningkat, maka bisa jadi ada suatu infeksi bakteri di dalamnya.
            Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit dihasilkan oleh sumsum tulang, tinggal di dalamnya dan jika matang menjadi limfosit sel B, atau meninggalkan sumsum tulang ke kelenjar thymus dan menjadi limfosit sel T. Limfosit B dan T mempunyai fungsi yang berbeda dimana limfost B berfungsi untuk mencari target dan mengirimkan tentara untuk mengunci keberadaan mereka. Sedangkan sel T merupakan tentara yang bisa menghancurkan ketika sel B sudah mengidentifikasi keberadaan mereka.
            Jika terdapat antigen (benda asing yang masuk ke dalam tubuh) terdeteksi, maka beberapa tipe sel bekerjasama untuk mencari tahu siapa mereka dan memberikan respons. Sel-sel ini memicu limfosit B untuk memproduksi antibodi, suatu protein khusus yang mengarahkan kepada suatu antigen spesifik. Antibodi sendiri bisa menetralisir toksin yang diproduksi dari berbagai macam organisme, dan juga antibodi bisa mengaktivasi kelompok protein yang disebut komplemen yang merupakan bagian dari sistem imun dan membantu menghancurkan bakteri, virus, ataupun sel yang terinfeksi.
            Beberapa kasus penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan system kekebalan tubuh, diantaranya:
·         Penyakit autoimun dimana sistem imun yang kadangkala salah mengira bagian tubuh kita sendiri dikenal sebagai benda asing dan menyerang diri kita sendiri. Biasanya antibodi yang menyerang diri sendiri ini bisa terbentuk karena adanya rangsangan virus sebelumnya, sehingga antibodi ikut beredar ke seluruh tubuh dan dapat memberikan kerusakan organ pada tubuh kita. Salah satu contoh penyakit yang paling nyata yaitu Sistemic Lupus Eryhtematosus (Lupus).
  • Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:
  • Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.
  • Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
  • Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
  • Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit LUPUS ini
  • Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan
  • Sistem imun kadang merespons secara berlebihan atau hipereaktif terhadap suatu benda asing sehingga antigen yang masuk ini disebut alergen dan bisa menumbulkan gejala seperti bengkak, mata berair, pilek alergi, bahkan bisa menimbulkan reaksi alergi hebat yang mengancam jiwa yang disebut anafilaksis. Berbagai macam reaksi alergi yang ditimbulkan antara lain adalah asma, eksim, pilek alergi, batuk alergi, alergi makanan, alergi obat dan alergi terhadap toksin.
  • Jumlah antibodi bisa diukur secara tak langsung dengan jumlah CD4. Jika jumlahnya kurang maka dicurigai seseorang mempunyai penyakit immunocompromized dimana daya tahan tubuhnya sangat rendah, hal ini bisa terjadi pada orang yang terkena HIV/AIDS, dan non HIV (pengguna kortikosteroid lama, individu yang terkena kanker,penyakit kronik seperti gagal ginjal, gagal jantung, diabetes, dll)

Peranan sistem imun seluler sel kanker

Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitisasi sebelumnya. Efektor sistem imun tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK.(3,5). Aktivasi sel T melibatkan sel Th dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi makrofag dan sel NK.
a) Sitotoksitas melalui sel T
Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan interaksi antara reseptor spesifik pada permukaan sel T dengan antigen membran sel target yang mencetuskan induksi kerusakan membran yang bersifat lethal. Peningkatan kadar cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) dalam sel T dapat menghambat sitotoksisitas dan efek inhibisi
Prostaglandin (PG) E 1 dan PGE2 terhadap sitotoksisitas mungkin diperantarai cAMP. Mekanisme penghancuran sel tumor yang pasti masih belum diketahui walaupun pengrusakan membran sel target dengan hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan Limfotoksin (LT), interaksi membran-membran langsung dan aktifitas T cell associated enzyme seperti phospholipase diperkirakan merupakan penyebab rusaknya membran(1,6).
Interleukin (IL), interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan pul asel Natural Killer (NK). Sel ini berbentuk large granulocytic lymphocyte (LGL). Kebanyakan sel ini mengandung reseptor Fc dan banyak yang mengekspresikan antigen sel T. Lisis sel target dapat terjadi tanpa paparan pendahuluan dan target dapat dibunuh langsung. Sel NK menunjukkan beberapa spesifisitas yang lebih luas terhadap target tumor yang biasanya dibunuh lebih cepat dibanding sel normal(1,2)
Kematian sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toxin yang terdapat dalam granula LGL, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada permukaan sel efektor. Sel NK diaktivasi IFN dan II-2 in vitro. Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro dengan pemberian IFN, inducer atau imunostimulan seperti Bacille Calmette Guerin
(BCG) dan Corynebacterium (C) parvum. Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan PGA2), phorbol ester, glukokortikoid dan siklofosfamid. Pada banyak kasus, agen ini langsung mempengaruhi aktivitas NK, sel supresor juga dapat mempengaruhi sel NK. Sel NC (Natural Cytotoxic) juga teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap glukokortikoid dan siklofosfamid. Populasi LAK (lymphocyte activated killer) cell dapat tumbuh di bawah pengaruh IL-2 (7,8).
b) Sitotoksisitas melalui makrofag
Makrofag yang teraktivasi berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel normal. Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke membran sel tumor adalah melalui struktur yang sensitif terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan ini akan mematikan sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor sitotoksis yang resisten terhadap inhibitor protease dan yang menyerupai LT(1,3)
Sekali teraktivasi, makrofag dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri. Makrofag yang teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan produksi mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan pelepasan PG atau produksi superoksida. Sebagai tambahan, makrofag dapat merangsang dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor, yang bergantung dengan bagian yang rentan dari sel tumor, ratio makrofag dengan sel target dan status fungsional makrofag. Indometasin dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada pertumbuhan tumor ovarium yang diperkirakan prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya (2)
Macrophage derived factor dapat merangsang pertumbuhan tumor dan menekan imunitas sel T. Akumulasi makrofag dalam tumor mungkin menggambarkan interaksi makrofag kompleks dari beberapa faktor dan juga kinetik produksi monosit oleh sumsum tulang. Jadi status fungsional makrofag dalam tumor juga berperan selain jumlahnya (5,9)
            Makrofag bila diaktifkan oleh limfokin, endotoksin, RNA dan IFN akan menunjukkan aktivasi berupa adanya perubahan morfologik, biokimiawi dan fungsi sel. Makrofag yang
diaktifkan biasanya menjadi sitotoksik nonspesifik terhadap sel tumor in vitro. Makrofag dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Di samping itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut makrofag supresor. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau akibat pengobatan (2,10

Respon Imun

Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiuap sel dari seseotang memilki proitein-protein permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein yang dapat berikatan dengan sel; T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik.

Imunitas

Untuk melindungi diri dari ancaman terhadap jati dirinya, tubuh manusia telah mengembangkan reaksi pertahanan seluler yang disebut respon imun.
Kata imunologi dan imunitas berasal dari kata latin immunitas, yang pada zaman Romawi digunakan untuk menjelaskan adanya perlindungan terhadap tugas-tugas kemasyarakatan dan tuntutan hukum bagi para senator Romawi semasa mereka menjabat. Secara historis istilah ini kemudian digunakan untuk menjelaskan perlindungan terhadap penyakit infeksi. Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan sel-sel itu sendiri (Self) dari agen-agen penginvasi (nonself).
Imunitas mempunyai tiga fungsi utama :
Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen penginvasi seperti mikroorganisme.
Perannya dalam surveilans adalah mengindentifikasi dan menghancurkan sel-sel tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma.
Perannya dalam homeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat buangan sehingga tipe-tipe sel tetap seragam dan tidak berubah.

Antigen

Banyak benda asing jika dimasukkan ke dalam tubuh hospes berkali-kali, respon yang ditimbulkan selalu sama. Namun, ada benda asing tertentu yang mampu menimbulkan perubahan pada hospes sedemikian rupa sehingga reaksi selanjutnya berbeda daripada reaksi sewaktu pertama kali masuknya benda asing tersebut.
Respon yang berubah semacam itu dipihak hospes disebut sebgai respon imunologis dan benda-benda asing yang menyebabkan reaksi tersebut dinamakan antigen atau imunogen.
Tujuan utama respon imun adalah menetralkan , menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya.

Sifat Khas Respon Imun

Tujuan respon imun adalah untuk melenyapkan benda yang bersifat antigenik dengan cepat, hal ini dilakukan oleh tubuh melalui dua macam cara. Cara pertama, respon imun humoral, dipengaruhi oleh imunoglobulin, gammaglobulin dalam darah, yang disintesis oleh hospes sebagai respon terhadap masuknya benda antigenik. Reaksi imunologis kedua, respon imun selular, dilakukan secara langsung oleh limfasit yang berproliferasi akibat amsuknya antigen tersebut. Sel-sel ini bereaksi secara spesifik dengan antigen (tanpa intervensi dari imunoglobulin).

Jaringan Imunoreaktif

Bagian respon imun yang mengakibatkan pembentukan antibodi imunoglobulin atau proliferasi sel-sel reakstif antigen kadang-kadang disebut sebagai fase aferen atau fase induksi dari respon imun. Limfosit dan makrofag adalah sel-sel yang terutama bertanggung jawab atas bagian respon ini. Lebih khusus, apa yang dinamakan jaringan limfosit tubular yang terlihat. Sekali antibodi sudah disintesis atas sel-sel reaktifan/antigen sudah berproliferasi, maka mereka akan tersebar secara luas dalam berbagai jaringan tubuh, sehingga jika antigen itu dimasukkan kembali pada sembarang tempat, dapat terjadi reaksi imunologis yang efisien.

Gambaran Singkat Sistem Imun
Sistem Limfoid (Imun)


Sistem limfoid terdiri dari berbagai sel, jaringan dan organ yang merupakan tempat prekursor dan turunan limfosit berasal, berdiferensiasi, mengalami pematangan dan tersangkut. Semua sel darah berasal dari prekursor bersama, yaitu sel bakal pluripotensial. Sel bakal pluripotensial adalah sel-sel embrionik yang dapat membentuk bermacam-macam sel hematopoetik dan dapat membelah diri. Sel-sel ini ditemukan dalam sumsum tulang dan jaringan hematopoetik lain serta menghasilkan semua komponen darah (misalnya, eritrosit, trombosit, granulosit, monosit dan limfosit).

Organ Limfoid Primer

Walaupun terdapat di semua bagian tubuh, namun limfoid cenderung terkonsentrasi di beberapa organ limfoid, termasuk sumsum tulang, timus, limpa, kelenjar getah bening dan jaringan limfoid terkait organ. Sumsum tulang dan timus dianggap sebagai organ limfoid primer.

Organ Limfoid Sekunder

Organ limfoid sekunder mencakup limpa, kelenjar getah bening dan jaringan tidak berkapsul. Contoh-contoh jaringan tidak berkapsul adalah tonsil, adenoid dan bercak-bercak jaringan limfoid di lamina propria (jaringan ikat fibrosa yang terletak tepat di bawah epitel permukaan selaput lendir) dan di sub mukosa saluran cerna.

Imunitas Selular

Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaranasing”. Baik sel CD4 dan CD8 menjalani pendidikan timus di kelenjar timus untuk belajar mengenal fungsi.

Fungsi utama imunitas selular adalah :
Sel T CD8 memiliki fungsi sitotoksik.
Sel T juga menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat saat menghasilkan berbagai limfokin yang menyebabkan peradangan.
Sel T memiliki kemampuan untuk mengingat.
Sel T juga memiliki peran penting dalam regulasi atau pengendalian sel.


Imunitas Humoral

Sel B memiliki dua fungsi esensial : berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin dan merupakan salah satu kelompok APC. Sel B mengalami pematangan dalam dua tahap, tetapi tidak seperti sel T, tidak matang di timus. Fase pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen. Dan fase kedua adalah fase dependen – antigen, sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif dan membentuk sel plasma yang mampu mengeluarkan antibodi.


Imunoglobulin

Imunoglobulin (antibodi) , yang membentuk sekitar 20% dari semua protein dalam plasma darah, adalah produk utama sel plasma. Selain di plasma darah, imunoglobulin juga ditemukan di dalam air mata, air liur, sekresi mukosa saluran napas, cerna dan kemih-kelamin, serta kolostrum.

Fungsi imunoglobulin adalah :
Menyebabkan sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependen antibodi.
Memungkinkan terjadinya imunisasi pasif
Meningkatkan opsonisasi (pengendapan komplemen pada suatu antigen sehingga kontak lekat dengan sel fagositik menjadi lebih stabil).
Mengaktifkan komplemen (kumpulan glikoprotein serum)
Menyebabkan anafilaksis.

Imunitas : Alami Dan Didapat

Ada dua tipe umum imunitas, yaitu : alami (natural) dan didapat (akuisita). Imunitas alami yang merupakan kekebalan non spesifik sudah ditemukan pada saat lahir. Sedangkan imunitas di dapat atau imunitas spesifik terbentuk sesudah lahir.
Imunitas alami akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap penyerang asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar pertahanan alami semata-mata berupa kemampuan untuk membedakan antara sahabat dan musuh atau antaradiri sendiridanbukan diri sendiri”. Mekanisme alami semacam ini mencakup sawar (barier) fisik dan kimia, kerja sel-sel darah putih dan respon inflamasi.
Imunitas di dapat biasanya terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif. Beberapa minggu atau bulan sesudah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi akan timbul respon imun yang cukup kuat untuk mencegah terjadinya penyakit atau jangkitan ulang. Ada dua tipe imunitas yang di dapat, yaitu aktif dan pasif.
Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan imunologi akan dibentuk oleh tubuh orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut. Imunitas ini umumnya berlangsung selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup.
Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang ditransmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah menderita sakit atau menjalani imunisasi.




Mekanisme Eliminasi Antigen

Fungsi akhir dari sistim imun adalah mengeliminir bahan asing. Hal ini dilakukan melalui berbagai jalan:
1) Sel Tc dapat menghancurkan antigen asing seperti sel kanker dan sel yang mengandung virus secara langsung melalui penglepasan sitotoksin.
2) Antibodi berfungsi dalam respons imun melalui beberapajalan

a)Neutralisasi toksin
Antibodi yang spesifik (IgG, IgA) untuk toksin bakteri atau bisa serangga/ular dapat mengikat antigen dan menginaktif-kannya. Kompleks ikatan tersebut selanjutnya akan dieliminir oleh sistim fagosit makrofag.

b)Neutralisasi virus Antibodi yang spesifik (IgG, IgA) ter-hadap epitop pada permukaan virus akan mencegah ikatan virus dengan sel mukosa sehingga mencegah infeksi, Sel NK dapat menghancurkati sel yang diinfeksi virus.

c) Opsonisasi bakteri
Antibodi (IgG, IgM) dapat menyelimuti permukaan bakteri sehingga memudahkan eliminasi oleh fagosit (yang memiliki reseptor untuk Fc dari Ig). Ikatan dengan makrofag tersebut memudahkan fagositosis (opsonin).

d)Aktivasi komplemen
Beberdpa kelas antibodi (IgG, IgM, IgA) dapat mengaktif-kan komplemeti. Bila epitop ada pada permukaan sel misalnya bakteri, maka komplemen yang diaktifkan dapat menghancurkan sel tersebu melalui efek enzim. Beberapa komponen kom-plemen (C3b, C4b) juga memiliki sifat opsonin. Opsonin terse-but berikatan dengan kompleks antigen-antibodi dan akhirnya dengan·reseptor pada permukaan makrofag sehingga memu-dahkan fagositosis. Ada komponen komplemen yang berupa kemotaktik (C3a, C5a) untuk neutrofil dan ada yang mengaktif-kan mastositdan basofil (anafilatoksin) untuk melepas histamin.
Beberapa bakteri seperti E. coil dan S. aureus dapat mengaktif-kan komplemen langsung melalui jalur alternatif. Respons me-lalui komplemen sangat kompleks dan penting dalam inflamasi yang juga merupakan mekanisme pertahanan. Sistim enzim lain yang berperanan pada inflamasi ialah sistim kinin, clotting dan fibrinolitik.

e) ADCC
Antibodi utama IgG dapat diikat Killer cell (sel K) (atau sel lain seperti eosinofil, neutrofil, yang memiliki reseptor untuk Fc dari IgG). Sel yang dipersenjatai olch IgG tersebut dapat mengikat sel sasaran (bakteri, sel tumor, penolakan transplan,penyakit autoimun dan parasit) dan membunuhnya. Beda sel K dari sel Tc ialah karena sel K tidak memiliki petanda CD8 dan memerlukan antibodi dalam fungsinya.
3) Inflamasi dan hipersensitivitas lambat (Delayed Type Hypersensitivity, DTH)
Menyusul presentasi antigen oleh sel APC, sel Th melepas limfokin yang mengerahkan dan mengaktilkan makrofag dan menimbulkan reaksi inflamasi. Respons inflamasi ini disebut.
lambat atau hiperreaktivitas lambat oleh karena memerlukan 24-28 jam sedang respons inflamasi yang terjadi melalui antibodi terjadi dalam beberapa menit-jam. Kedua respons inflamasi tersebut juga berbeda dalam jenis sel yang dikerahkan: pada respons lambat sel mononuklear dan pada inflamasi antibodi-komplemen, terutama sel polimorfonuklear.
Inflamasi mempunyai efek baik dan buruk oleh karena di samping eliminasi bahan asing, juga dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
4)Eliminasi protozoa
Baik imunitas humoral maupun selular (makrofag dan sel T yang diaktifkan) berperanan pada eliminasi P. carinii, Giardia dan T
5). Eliminasi jamur
Respons imun terhadap jamur adalah kompleks; yang penting antara lain mekanisme selular clan efek toksik melalui neutrofil. Dinding sel jamur dapat mengaktifkan komplemen (jalur alternatif) yang menghasilkan opsonin dan memudahkan fagositosis.

Kekebalan Dan Hipersensitivitas
Hubungan Antara Keduanya


Dahulu, reaksi hipersensitivitas yang diperan-tarai oleh imunoglobulin kadang-kadang disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan yang diperantarai oleh mekanisme kekebalan seluler dinamakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. (kadang-kadang reaksi yang terakhir ini juga disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe tuberkulin atau reaksi hipersensitivitas bakteri, karena contoh-contoh prototipe). Meskipun istilah ini kadang-kadang masih digunakan akan tetapi oleh karena banyak sekali reaksi yang kecepatannya saling bertumpang tindih maka istilah ini menjadi kurang cepat. Suatu klasifikasi kelainan-kelainan imunologis yang lebih berguna telah diusulkan oleh Gell dan Coombs.

Cara-Cara Terjadinya Cedera Jaringan

Reaksi Tipe I / Anafilaktik

Pada reaksi tipe I. Disebut juga sebagai reaksi tipe anafilaktik, subjek harus disensitisasi lebih dahulu oleh antigen tertentu. Selama respon fase induktif dibentuk antibodi IgE. Antibodi ini bersirkulasi dan melekat pada permukaan sel mast yang terbesar diseluruh tubuh. Jika antigen kemudian dimasukkan ke dalam subjek, maka interaksi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast mengakibatkan pelepasan eksplosif dari zat-zat yang terkandung di dalam sel. Jika antigen yang dimasukkan itu sedikit dan bersifat lokal, maka pelepasan mediatornya juga bersifat lokal dan hasilnya tidak lebih dari daerah vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas yang mengakibatkan pembengkakan lokal.

Reaksi Tipe II / Sitotoksik

Reaksi tipe II pada dasarnya merupakan sitotoksik. Pada reaksi macam ini antibodi IgD dan IgM yang bersirkulasi bersatu dengan antigen yang cocok pada permukaan sel. (Yaitu, antigen yang melekat pada atau merupakan bagian dari permukaan sel). Hasil dari interaksi ini adalah percepatan fagositosis sel target atau lisis sebenarnya dari sel target setelah pengaktifan konponen ke depalapn atau ke sembilan rangkaian komplemen. Jika sel target adalah sel asing seperti bakteri makan hasil reaksi ini menguntungkan. Namun, kadang-kadang sel target itu adalah eritrosit-eritrosit dari tubuh, dalam hal ini akibatnya dapat berupa anemia hemolitik.

Reaksi Tipe III / Kompleks Imun

Reaksi tipe III mempunyai berbagai bentuk, tetapi pada akhirnya reaksi-reaksi tersbut sama-sama diperantarai oleh kompleks imun, yaitu kompleks antigen dengan antibodi, biasanya dari jenis IgD. Prototipe dari reaksi jenis ini adalah reaksi arthus. Secara klasik, jenis reaksi ini ditimbulkan dengan cara mensensitisasi subjek dengan beberapa protein asing dan selanjutnya seubjek tersebut diberi suntikan antigen yang sama secara intrakutan. Reaksi itu secara khas timbul sesudah beberapa jam, dengan melalui fase pembengkakan dan kemerahan kemudian nekrotik serta pada kasus yang berat terjadi perdarahan.

Reaksi Tipe IV / Diperantarai Sel

Reaksi tipe IV diperantarai oleh kontaknya limfosit T yang telah mengalami sensitisasi dengan antigen yang sesuai. Kejadian ini dapat terlihat pada berbagai keadaan. Tuberkulosis merupakan contoh klasik. Menyertai reaksi ini, biasanya akan terdapat nekrosis luas pada jaringan yang merupakan tanda yang cukup khas untuk penyakit ini. Nekrosis semacam ini sekarang diakui sebagai akibat kekebalan yang diperantarai sel, bukan langsung disebabkan oleh racun dari basil tuberkulosis. Tampaknya nekrosis ini adalah akibat dari limfositotoksisitas (yaitu pengaruh dari limfosit yang diaktifkan oleh tuberkuloprotein basil).
Reaksi tipe IV juga diperlihatkan oleh dermatitis kontak alergi yang dapat ditimbulkan secara percobaan maupun secara spontan pada manusia.




Ringkasan Reaksi Hipersensitivitas
Tipe
Mekanisme
CONTOH::

Tipe I : Anafilaktik

Antigen bereaksi dengan antibodi IgE yang terikat ke permukaan sel mast; menyebabkan pelepasan mediator dan efek mediator
Uji gores alergi yang positif
Anafilaksis
Alergi saluran napas
Bisa serangga

Tipe II : Sitotoksik

Antibodi berikatan dengan antigen yang merupakan bagian dari sel atau jaringan tubuh; terjadi pengaktifan komplemen, atau fagositosis sel sasaran dan mungkin sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependen-antibodi
Anemia hemolitik imun
Sindrom goodpasture


Tipe III : Kompleks Imun

Penyatuan antigen dan antibodi membentuk suatu kompleks yang mengaktifkan komplemen, menarik leukosit dan menyebabkan kerusakan jaringan oleh produk-produk leukosit.
Serum sickness
Beberapa bentuk glomerulonefritis
Lesi pada lupus eritematosus sistemik

Tipe IV : Diperantarai Sel
Reaksi limfosit T dengan antigen menyebabkan pelepasan limfokin, sitotoksisitas langsung dan pengerahan sel-sel reaktif.
Dermatitis kontak alergi
Penolakan alograf
Lesi/uji kulit tuberkulosis
Anafilaksis

Definisi


Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen. Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh.

Penyebab


Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen. Penyebab yang sering ditemukan adalah:
· Gigitan/sengatan serangga
· Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin)
· Alergi makanan
· Alergi obat. Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis. Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan kekebalan. Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), pada pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksi yang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.

Gejala


Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi (bengek), gangguan pernafasan; dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare. Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru-paru dan menyebabkan edema pulmoner. Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang berlangsung lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Gejala-gejala yang bisa ditemui pada suatu anafilaksis adalah: - kaligata - gatal di seluruh tubuh - hidung tersumbat - kesulitan dalam bernafas - batuk - kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kuku - pusing, pingsan - kecemasan - berbicara tidak jelas - denyut nadi yang cepat atau lemah - jantung berdebar-debar (palpitasi) - mual, muntah - diare - nyeri atau kram perut - bengek - kulit kemerahan.

Diagnosa


Pemeriksaan fisik menunjukkan: - kaligata di kulit dan angioedema (pembengkakan mata atau wajah) - kulit kebiruan karena kekurangan oksigen atau pucat karena syok. - denyut nadi cepat - tekanan darah rendah. Pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop akan terdengar bunyi mengi (bengek) dan terdapat cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner).

Pengobatan


Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Bila perlu, segera lakukan resusitasi kardiopulmonal, intubasi endotrakeal (pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan) atau trakeostomi/krikotirotomi (pembuatan lubang di trakea untuk membantu pernafasan). Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk membuka saluran pernafasan dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengatasi syok, diberikan cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong fungsi jantung dan peredaran darah. Antihistamin (contohnya diphenhydramine) dan kortikosteroid (misalnya prednison) diberikan untuk meringankan gejala lainnya (setelah dilakukan tindakan penyelamatan dan pemberian epinephrine).

Pencegahan


Hindari alergen penyebab reaksi alergi. Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi diberikan, terlebih dahulu diberikan kortikosteroid, antihistamin atau epinefrin.

Otoimunitas

Pada umumnya fenomena imunologis meliputi pengenalan diri sehingga sistem limfoid dari hospes tidak bereaksi dengan antigen dari tubuh hospes. Namun, sekarang telah diketahui bahwa dalam sejumlah reaksi-reaksi yang diperantarai oleh antibodi atau sel terhadap antigen sendiri dapat diperlihatkan. Meskipun beberapa reaksi ini tidak terlalu penting akan tetapi pada hal-hal lain otoimunitas dianggap sebagai kunci dari patogenesis penyakit. Sering kali pencetus otoimunitas tidak diketahui akan tetapi ada beberapa kemungkinan yang teoritis yang mungkin dapat menerangkan hilangnya toleransi terhadap antigen itu sendiri. Pada beberapa hal ternyata agen infeksi mungkin mempunyai kelompok-kelompok antigenik yang sama seperti yang terdapat pada jaringan tertentu dari hospes. Kemudian dalam reaksi dengan agen itu, jaringan hospes dapat cedera oleh karena reaksi silang. Keadaan kedua mengenai perubahan struktur antigenik dari protein hospes yang disebabkan oleh cedera, infeksi atau membuat kompleks dengan hapten dari luar hospes.
Dengan struktur antigenik yang berubah, jaringan tertentu mungki menimbulkan reaksi imunologis seperti benda asing. Penjelasan lain adalah ”pemaparan” yang mendadak dari antigen itu sendiri yang sebelumnya diisolasi atau terpisah dari jaringan limfoid. Fenomena ini dapat dilihat dalam reaksi otoimun terhadap unsur-unsur pokok sperma atau mata setelah cedera fisik yang mengganggu anatomi normal. Akhirnya ternyata beberapa reaksi otoimun dapat dipercepat oleh hilangnya fungsi sel T, melibatkan sel T supresor yang umunnya mengontrol reaksi imun.